Selasa, 01 September 2009

TVRI DITINGGALKAN PEMIRSA ?

TVRI dengan usianya yang sudah mencapai 47 tahun seharusnya menjadi semakin matang. Namun, sangat disayangkan, para petinggi TVRI masih berkutat pada permasalahan diri sendiri, demi kepentingan golongan atau kelompoknya. Bukan lagi rahasia umum, jika para petinggi TVRI sekarang berlomba mencari "sangu" untuk masa pensiunnya. Ketika mencari "sangu" ini merajalela, maka mutu programpun dikesampingkan. Tak ada yang mau menjadi "Serpico".
Serpico adalah judul film yang menceritakan seorang tokoh polisi bernama Serpico yang melawan keadaan dengan carutmarut kepolisian hanya seorang diri. Sudah bisa ditebak, dia dilibas oleh kawan2nya yang rata2 bekerja pada mafia. Nah, di TVRI, siapa yang berani dan mau menjadi Serpico ?
sama halnya dengan TVRI, mulai dari para pengambil keputusan dari tinggkat paling bawah sampai diatas langit, rata2 tidak ada yang memikirkan layar ! buktinya, pola acara yang sejak jaman penulis masuk TVRI selalu rapi, kini amburadul. Keamburadulan ini sengaja diciptakan. Dari analisa, Pola acara
yang memang sengaja dibuat semrawut ini agar memudahkan paket2 yang "menguntungkan" bisa dengan seenaknya bisa disiarkan kapan saja. Oleh karena itulah, ditempatkan orang yag sama sekali tidak memiliki latarbelakang televisi yang jelas untuk mengatur pola acara. Akibatnya, TVRI tidak memiliki konsistensi dalam program2 tayangannya. Rasanya kita tidak perlu membahas, siapa yang diuntungkan. Toh sudah bisa ditebak.
Inkonsistensi ini berakibat sacara langsung pada pemirsa. Acara yang biasa ditunggu, ternyata dengan gampangnya bisa berpindah jam tayang atau bahkan malah tidak siaran. Keadaan ini, belakangan sudah menjadi hal biasa bagi TVRI yang sudah 47 tahun ini. Lalu, dengan tanpa analisa sebagaimana layaknya broadcaster profesional, dengan gampangnya para petinggi TVRI mengatakan TVRI telah ditinggalkan pemirsanya. Kemudian datang statment dari luar angkasa yang menambahkan, TVRI ditinggalkan oleh pemirsa karena para kreator TVRI "sudah pada tua dan tidak bisa lagi menciptakan acara2 yang inovatif".
Bagaimana TVRI tidak ditinggalkan pemirsa jika pola acaranya saja tidak memiliki konsistensi ? Karyawan yang masih melek dan masih punya "rasa" hanyabisa mengelus dada dan berdoa, "ya Tuhan, kami tidak terlalu banyak
berharap, kuatkanlah hati kami agar kami tidak terjerumus pada keserakahan seperti yang tengah terjadi disekeliling kami, berikan kami kesehatan agar kami tetap bisa melakukan kegiatan dalam pekerjaan kami, berikan kami ridhoMU atas rejeki dan nikmat yang Kau anugerahkan bagi kami. Amin"

IRAWADY BHASCKARA



HUT TVRI - untuk siapa ?

TVRI telah menginjak usia 47 thn. Sungguh usia yang tidak muda lagi. Namun, keberadaan TVRI makin memprihatinkan. Coba tengok saja pada perayaa Ulang Tahun TVRI. Di layar, TVRI tidak sesemarak beberapa tahun yll ketika TVRI masih dibawah pimpinan duet Ibu Sumita dan Bp. Wardi Wahid. Dibalik layar, sungguh membuat karyawan mengelus dada. Perayaan yang setiap tahun bisa dinikmati oleh para karyawan dan keluarganya, kini berubah menjadi perayaan yang sangat hambar ! Karyawan telah jauh ditinggalkan ! Karyawan telah tidak diperdulikan lagi ! Terlebih lagi, karyawan telah TIDAK DIHARGAI LAGI ! Utk menyelenggarakan Ultah TVRI saja, diperlukan EO dari luar. Apakah diantara karyawan TVRI sudah tidak mampu lagi menyelenggarakannya ? dengan digunakannya EO dari luar, semua serba bayar ! sampai2, gerak jalan santai yag biasanya diikuti oleh karyawan dan keluarganya, keluarganyanya harus membayar perorang ! Walaupun karyawan tetap gratis. Ini luar biasa ! berbeda dengan beberapa tahun yll. Ketika itu, TVRI benar2 berkibar. Sampai2, harian terkemuka nasional memberikan pujian dan meletakkan beritanya pada halaman utama pada pagi harinya. Siapapun masih mengingat peristiwa itu. Karyawan, utamanya, ketika itu seperti diberikan penghargaan. Dan ketika itu, mulailah tumbuh apa yang namanya "sence of belonging" dikalangan insan/karyawan TVRI. Seperti diketahui, rasa memiliki tidak lagi hinggap didada para karyawan TVRI ketika itu. Dalam kesehariannya, para karyawan hanya menunaikan tugas tanpa adanya target apapun. Inilah yag menjadi permasalahan utama ketika itu. Tugas rutin yang dilaksanakan hanyalah kewajiban belaka yang merupakan kegiatan rutin yang harus diselesaikan dan dilaksanakan. Padahal, dunia kerja televisi merupakan dunia kerja yang menghasilkan karya-karya, baik itu karya artistik maupun karya jurnalistik yang memerlukan "rasa"/"sense" dalam setiap kegiatannya. Dengan kesungguhan dan kemauan yang tinggi, rasa memiliki/ "sense of belonging" telah mulai tumbuh. walaupun perlu diakui, disana sini masih banyak yang perlu dibenahi. Namun paling tidak, TVRI sudah mulai "dilihat". Seiring dengan pergantian waktu, mulailah TVRI menunjukka beberapa perubahan. Sayangnya, perubahan yang terjadi makin hari makin menurun. Klaim menyatakan karyawan TVRI telah semakin tua dan kurang mampu untuk bisa bersaing. Sayangnya, klaim ini justru datangnya dari atas langit yang memiliki tugas pengawasan dan bimbingan secara menyeluruh. Karyawan TVRI yang mana yang di klaim sudah tua dan tidak bisa bersaing ? mengapa tidak dilihat secara proporsional ? apa parameternya ? fairkah penilaian itu ? fairkah klaim itu ? apakah tidak pernah melihat, berapa acara yang merupakan hasil karya insan TVRI yang kemudian menjadi tontonan di televisi-2 swasta ?
Jika berbicara tentang TVRI, tidak mungkin bisa selesai dengan menulisakannya dalam beberapa lembar halaman, karena banyak sekali permasalahan yang harus dibenahi. Namun, apapun permasalahannya, sesungghnya pasti ada jalan keluar. Cuma saja, apakah orang-2 diatas langit sana punya kemauan dan niat baik untuk mencari solusi2 terhadap tiap permasalahan yang ada ? walahu alam bisawab.-

IRAWADY BHASCARA - CAMERAMAN TVRI JAKARTA